Ini ruang ekspresi, wahana berbagi...
Ini gejolak yang terjadi dalam diri,
Ini dia tanda eksistensi diri,
Hehe...
Mari menengok Nurhandayani!!!
Ini buku tulisku, ini diary-ku...

Kamis, 27 Mei 2010

Yang Tersisa dari Kuliah Kajian Puisi

Mulanya hanya "iseng" ajari kawan membuat blog.
Padahal gw juga sama begonya sama dia, sama-sama masih pemula di dunia blog. qeqeqeqeqe

Aku pun mengajarinya sebisaku.
Singkat cerita, blog-nya sudah jadi dan ia ingin mem-posting tulisannya ke blog-nya.
 Owh, dia ingin memasukkan puisi rupanya!! :)
Penasaran dengan puisi yang akan di-posting-nya, iseng kulirik puisinya.

Aku terperanjat. Itu kan kumpulan puisi kawan-kawan di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2006 di kampusku saat kuliah Apresiasi Puisi dulu!!
Uhuy, rupanya dia masih menyimpan data-data itu.

Luar biasa ukhti ini. Ketika kawan-kawan seangkatan--mungkin juga dosen yang bersangkutan--lupa bahwa kami pernah ditugasi membuat puisi, dia masih menyimpan datanya. Lengkap! Semua puisi mahasiswa BI '06 yang mengikuti kuliah itu ada semua padanya.

Nah, puisiku juga ada di sana.
Ini dia puisiku. puisi ini sempat menarik memoriku pada kenangan yang mengilhami terciptanya puisi ini dulu...

Buat kawan-kawan BI '06 yang ingin bernostalgia dengan puisi-puisinya yang dibuat dulu (saat kuliah Apresiasi Puisi dengan Pak Munaris), mintalah datanya pada kawan kita: Susi Desita Wika...

Payung Biru
Lima tahun lalu / di bawah payung biru /

Lebat hujan / siram jalanan sepi /

dan mencekam. Malam tambah

pekat / tambah mencekam /

tambah mencekam /

tambah

mencekam /

begitu

mencekam. /

Hingga tak siapa

mau bercengkerama. / Tinggal

dua anak manusia / di bawah payung

biru. / dalam beku, / dingin. / Terasa kilat

memutus pandangan mesra. / Terasa setitik hujan

dinginkan bara. / di bawah payung biru / yang punya

cerita / tenggelamnya asa. / Akhir rasa, / akhir cerita

Senin, 17 Mei 2010

Tentang anak yang berjualan koran dan adikku

Dengan menahan kantuk yang teramat berat, tersuruk-suruk aku menyusuri trotoar kampus. Kantuk ini tak 'kan lagi bisa kutahan. Bagaimana tidak, aku tak mengistirahatkan diri selama 24 jam. Seusai dari kantor aku langsung ke PKM, mengecek tulisan kawan-kawan yang segera akan dicetak untuk dibikin tabloid dwimingguan.
Maka, kuniatkan, begitu sampai di rumah nanti, 'kan kumanjakan diri ini dengan tidur sepuasnya. Hah!

Melelahkan sekali mengoreksi tulisan kawan-kawan yang luar biasa berantakan itu. Secara substansial tulisan mereka memang bagus--meski ada juga yang nyeleneh. Tapi cara penyampaiannya sungguh membikin pusing kepala. Klausa-klausa dibiarkan bertumpuk-tumpuk dalam satu kalimat. Sebagai pembaca--yang membaca tulisan mereka lebih duluan dari teman-teman mahasiswa lainnya--aku hanya menggelengkan kepala berkali-kali. Bagaimana mungkin bisa kutangkap maksud yang ingin disampaikan kawan-kawanku itu bila dalam satu kalimat saja ada begitu banyak ide yang mereka jejalkan?

Huft, capek deh...
Jangan banyak ngeluh cay... Itu udah jadi kewajiban ente untuk ngebetulin tulisan mereka dari segi kebahasaan! Inget kagak kalo' ente dulu pernah punya keinginan untuk ngebetulin tulisan mereka dari segi kebahasaan? Waktu tes wawancara masuk "sekolah" itu dulu...
Inget kagak???


Ya, aku merasa bertanggung jawab, sangat merasa bertanggung jawab...
Sudah lama sebenarnya aku ingin melakukannya. Tapi aku memang tak punya keberanian untuk menyuarakan keinginanku, pandangan-pandanganku. Bahkan, sekadar untuk berkata "tidak" saja, aku tak punya nyali!!
Hah! Pengecut! Penakut!

Ah, sudahlah...
Ya, belakangan ini aku tengah belajar untuk lebih berani, dalam hal apa pun...

Hoah...
Ini kantuk sungguh tak tertanggungkan lagi. Angkutan kota yang jalur operasionalnya searah dengan rumahku tiba-tiba mencegatku yang sedari tadi celingukan mencari-cari angkutan. Segera saja aku naiki angkutan yang sudah terisi beberapa orang di dalamnya.
Hm, mereka cantik-cantik, tampan-tampan, dan wangiiiiiiiiii...
Tak sepertiku yang kumal dan berantakan karena belum mandi, hahahaha

Angkutan yang kutumpangi pun melaju seiring angin yang berhembus dingin menusuk-nusuk wajahku dari jendela angkutan yang kubiarkan terbuka.

Kulayangkan pandangan ke luar jendela...
Sepasang mataku yang mengantuk tertumbuk pada bayangan dua sosok anak laki-laki yang duduk di trotoar, persis di dekat kediaman rektor, dekat masjid kampus itu. Kulirik jam di telepon selularku. Pukul 06.30...

Sepagi ini, sedang apa keduanya di situ? Tidakkah mereka bersekolah? Bukankah seharusnya mereka di sekolah pada jam-jam begini? Atau setidaknya mereka seharusnya tengah bersiap-siap untuk ke sekolah? Aku memperkirakan keduanya baru bersekolah di bangku SD kelas II atau kelas III...

Keduanya duduk di trotoar itu dengan setumpuk koran di pangkuan mereka. Pandangan keduanya menyiratkan sedang menunggu sesuatu, atau seseorang...
Ya, tentu saja, pastilah mereka sedang menunggu orang yang mau membeli koran mereka itu...

Bayangan mereka berkelebat di pikiranku. Angkutan yang membawaku menuju rumah lambat laun memang telah meninggalkan mereka yang membisu di trotoar itu, namun pikiranku seakan tak mau lepas dari keduanya...
Terbayang olehku bagaimana mereka duduk di sana, memangku koran, memandang hampa ke jalanan, menunggu seseorang yang akan membeli koran mereka...

Mengapa mereka di sana? Mengapa mereka berjualan koran? Mengapa?
Bayangan tentang dua anak itu masih terus berkelebat sampai aku tiba di rumah.

Setibanya aku di rumah, kudapati adikku, si bungsu, tengah menonton film kartun kesayangannya, Spongebob Squarepants. Tiba-tiba perasaan ini tak menentu.
Aku tak ingin adikku seperti kedua anak yang berjualan koran di kampus tadi...

Kuacak rambutnya yang berantakan karena belum mandi. "Dek, mandi gih, ke sekolah..."
Ia hanya berkilah, "Nantilah...", tapi aku sayang padanya.