Belum juga kumulai merangkai dedaunan kering dan bunga edelweis
untuk kujadikan pigura etnis
buat gambar kita berdua berdiam di sana,
kaubakar dedaun kering yang kaucari jauh-jauh hingga desa tetangga,
kauhambur sekeranjang edelweis yang untuknya rela kaudaki pegunungan antah-berantah...
entah apa sebab,
kau menjadi gila,
pun aku menggila
kutabur biji-biji yang semula untuk mempercantik pigura kita
kuterbang bulu-bulu yang mulanya untuk mempermanis
--hiasan pigura etnis
bunga, daun, biji, dan bulu terserak tak keruan
pigura kita tak jadi
kita kerasukan
kita sesegukan
menumbuk bola mata pada sesuatu yang kusebut bunga
--yang kaubawa jauh-jauh dari hutan desa tetangga
yang deminya kaudaki pegunungan antah-berantah,
"Sayang, itu bukan edelweis.
Bukan itu bunga yang kumaksud..."
belum sempat aku berkata begitu,
engkau membanting pintu.